sahabatma-maha - KH Ulin Nuha Arwani merupakan putra KH Arwani Amin, Kudus. Salah seorang maestro, guru besar Al Qur'an di tanah Jawa. Nasehat-nasehat menantu KH Abdullah Salam Kajen yang juga guru qira'ah sab'ah ini selalu didengarkan oleh para penghafal Al Qur'an. Berikut beberapa kutipan dawuh KH Ulin Nuha Arwani saat menyampaikan mauidzah hasanah dalam acara Khatmil Quran Pesantren GusBaha & KH. Ulin Nuha Arwani Kudus - 16 November 2019#GusBaha #KiaiUlin #NgajiBareng UlinNuha. Ringkasan Kitab Fikih Imam Syafi‟i. Yogyakarta: Mutiara Media, 2014. Utami Roesli. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: PT Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara, 2013. Weni Kristiyanasari, ASI. Menyusui dan Sadari. Cet-2. Yogyakarta: Nuha Medika, 2011. Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari al-Fannani. terjemahan Fat-hul Mu‟in. pengajianrutingusali #bumisholawat #gusalisidoarjo Pengajian Mingguan KH Agoes Ali Masyhuri 18 07 2022Bersahabatlah dengan orang-orang yang selalu b Semarang 04/01) - Pascasarjana UIN Walisongo Semarang hari ini menyelenggarakan Ujian Terbuka Promosi Doktor Promovendus Ulin Nuha, S. Pd. I, M. Pd. I., NIM:1400039051 dengan judul Disertasi "Evaluasi Pembelajaran Bahasa Arab Secara Daring Pada Masa Pandemi Covid-19 di MAN 3 Sleman dengan Model Countanance Stake" bertempat di Ruang Promosi Doktor Lt. 3 Kampus 1 UIN Walisongo. BETANEWS KUDUS - Suara lantunan ayat suci Alquran terdengar berkumandang. Muhammad Ulin Nuha (28), yang berjualan Papeda Telur Puyuh terlihat hendak bersiap pergi ke masjid untuk melaksanakan ibadah salat Jumat, usai melayani pembeli. Saat ditemui betanews.id, laki-laki yang akrab disapa Ulin itu membagikan pengalamannya berjualan Papeda. Sebelum mengkal di depan Madrasah Aliyah Nahdlatul UlinNuha (Gus Ulin) dan KH. Ulil Albab Arwani (Gus Bab). Kelak, dalam menahkodai pesantren itu, mereka dibantu oleh KH. Muhammad Manshur. Salah satu khadam KH. M. Arwani Amin yang kemudian dijadikan sebagai anak angkatnya. Mbah Arwani selalu disenangi para kyai dan teman-temannya karena kecerdasan dan kesopanannya. Bahkan, karena kesopanan UlinNuha Arwani Kudus," akan tetapi ketika saya koreksikan kepada adiknya, yaitu KH. Ulil Albab, beliau mengganti kata "karomah" dengan kata "ma'unah". Karomah dan ma'unah sama-sama berartikan hal yang luar biasa ( khoriqul 'adah ), akan tetapi karomah adalah hal khoriqul adah yang muncul dari seorang waliyullah, sedangkan ma'unah muncul dari UlinNuha (Gus Ulin) dan KH. Ulil Albab Arwani (Gus Bab). Kelak, dalam menahkodai pesantren itu, mereka dibantu oleh KH. Arwani amin juga pernah menjadi pimpinan Jam'iyah Ahli ath-Thariqat al-Mu'tabarah yang didirikan oleh para kyai pada tanggal 10 Oktobrr 1957 M. Dan dalam Mu'tamar NU 1979 di Semarang nama tersebut diubah menjadi Jam KHArwani Amin Kudus berpesan kalau ngaji jangan lihat siapa gurunya, Kunci Ngaji Al-Qur'an Menurut Kyai Arwani. Duta Islam #01. Senin, 30 November 2015. 12:14:00 PM. Komentar. Karomah KH Ulin Nuha Arwani Kudus. #al-qur'an #qaul. Bagikan. Komentar. Terbaru. Advertisement. Duta Islam. Duta Islam. Menu Bawah. J9zrSGl. Karomah Para Ulama Diantara ma'unah KH Ulin Nuha Arwani Amin Kudus beliau adalah Sebagaimana diceritakan oleh Ustadz Ghulam, alumnus Yanbu' Pusat pada 2008. Beliau bercerita, dulu sebelum khatam setoran kepada Buya Ulin, saya diutus pondok untuk ikut mengajar di Yanbu' remaja. Meskipun sudah tidak tinggal di Yanbu' Pusat, saya masih bisa meneruskan setoran kepada beliau. Saya sempet berhenti lama dari setoran karena sedikit malas. Buya banyak undangan keluar. Jadi ya beliau sering tidak hadir pada jam setoran. Jika saya ingin setoran, beliau ada undangan. Apabila saya tidak setoran, eh beliau tidak ada undangan. Sampai akhirnya, suatu malam saat tidur, saya memimpikan beliau. Dalam mimpi tersebut beliau marah karena saya sudah lama tidak setoran, dan beliau menyuruhku untuk setoran kembali. Paginya saya ikut setoran lagi, dan alhamdulillah beliau banyak hadirnya. Jadi cepet khatamnya. Kedua Masih cerita Ustadz Ghulam “Dulu saat Gus Aiman masih mondok di Yanbu' anak-anak, Yai Nashir abahnya Gus Aiman bermimpi ditemui oleh Buya Ulin. Ketika itu Yai Nashir berada di Saudi sedang Umroh. Dalam mimpi tersebut, Buya memberitahu Yai Nashir kalau putranya sudah khatam al-Quran, "Anakmu sudah khatam Al-Qurannya". Setelah bangun dari tidurnya, dari Saudi Yai Nashir mencari cari tahu kabar hafalan anaknya bagaimana. Dan ternyata benar, anaknya baru saja khatam hafalan al-Qurannya. Dulu ada salah satu muridnya yang dekat dengan salah seorang perempuan, dia diperingatkan oleh Buya lewat mimpi. Dalam mimpinya, sedang bermain Facebook, sebagaimana setiap harinya. Perempuan tersebut mengaplud foto masa kecilnya bersama saudara laki-lakinya. Murid Buya ditandai pada foto tersebut. Ketika melihat fotonya, tiba-tiba Buya mendatanginya dari belakang. Beliau melihat foto tersebut. Beliau memarahinya dengan Al-Quran. Buya membaca Al-Quran dengan mimik muka dan nada orang marah. KH Ulin Nuha Arwani Kudus Dengan hadirnya mimpi itu dia sadar, Buya ingin mengingatkannya biar perhatian kembali pada Al-Qurannya, tidak dekat wanita terus-terusan, dan mengurangi main Facebook. Baca Bijak Menggunakan Media Social. Semoga Allah memanjangkan umur beliau. Hafidzohullah. *** Tulisan ini saya masukkan kedalam buku "Ngaji Es Campur Facebook" dengan judul "Ma'unah KH. Ulin Nuha Arwani Kudus". Awalnya, judul dari tulisan ini adalah "Karomah KH. Ulin Nuha Arwani Kudus," akan tetapi ketika saya koreksikan kepada adiknya, yaitu KH. Ulil Albab, beliau mengganti kata "karomah" dengan kata "ma'unah". Karomah dan ma'unah sama-sama berartikan hal yang luar biasa khoriqul 'adah, akan tetapi karomah adalah hal khoriqul adah yang muncul dari seorang waliyullah, sedangkan ma'unah muncul dari seorang muslim yang sholih. Saya yakin, KH. Ulil Albab mengganti kata "karomah" pada judul tersebut dengan "ma'unah" hanyalah sebagai bentuk ketawadlu'an dari keluarga Arwaniyyah. Karena selain muslim yang sholih, KH. Ulin Nuha juga waliyullah -Walaa uzakki Alallahi ahadan-. Banyak orang yang membuktikan karomahnya. Monggo jika ada yang mau menambahi. أدام الله بركتهما فينا بذكر الصالحين تتنزل الرحمات O papel não era para ele. Quando procuravam um ator para interpretar Greg Hirsch, um sujeito de cerca de 26 anos, inocente e desajeitado, que viajava de sua cidade para o epicentro da batalha shakespeareana entre membros da disfuncional família Roy, não pensavam em Kieran Culkin Nova York, 39 anos. Quando recebeu o roteiro do piloto da série em 2016 tinha 35. A série era Succession, título que pode ser traduzido como “sucessão”, mas que também joga com a palavra “sucesso” em inglês success, cuja terceira e aguardadíssima temporada acaba de estrear na HBO. Um complexo emaranhado de intrigas, tramadas em luxuosos escritórios no centro de Manhattan, para controlar o império de comunicação Waystar Culkin se sentia velho demais para se colocar na pele daquele personagem, que acabou nas mãos de outro ator, Nicholas Braun. Mas estava gostando do texto o suficiente para continuar lendo. Foi assim que encontrou o personagem que mudaria sua vida Roman Roy, o filho mais novo da família, irreverente e provocador, aparentemente imaturo, mas com uma aguda inteligência que vai se tornando mais patente à medida que a trama avança. “A primeira coisa que Roman dizia quando aparecia em cena era Olá, olá, canalhas’”, contou em uma entrevista ao The Guardian. “Achei muito engraçado o jeito como ele falava. E embora eles ainda não estivessem procurando atores para interpretar Roman, escolhi as três cenas de que mais gostei, gravei-me interpretando-as e enviei o vídeo para o meu agente. Jessy Armstrong [o criador da série] as viu e decidiu me contratar.”Desde a estreia em 2018, Succession se tornou uma série cult e uma obsessão mundial que vai muito além da ficção a forma como os personagens se vestem é analisada como um reflexo fiel da forma como os ricos de verdade se vestem. No ano passado, ganhou sete prêmios Emmy, entre eles o de melhor série dramática, e fez Kieran sentir, depois de 23 filmes, várias séries de televisão e respectivas indicações para o Emmy e o Globo de Ouro, que definitivamente quer ser ator. “Lembro-me do momento exato em que senti isso”, explicou ao The Hollywood Reporter. “Foi ao terminar de rodar a primeira temporada. Estava voltando para casa e pensei É isso que quero fazer da minha vida. Acho que quero ser ator’. Tinha 36 anos. Há 30 anos venho me dedicando a isto”.Kieran Culkin o menor posa em Paris com o irmão Macaulay; a mãe, Patricia Bretnup, e o pai, Christopher Kit’ Culkin, no Natal de 1990. Francis Apesteguy Getty ImagesA atitude de Kieran em relação à sua profissão e essa incapacidade quase patológica de se considerar um bom ator ou sequer querer se tornar um, apesar de seu enorme talento, pode surpreender. Mas se entende se olharmos seu sobrenome os Culkin eram uma família dominada por um pai tirânico clássica fábula do ator fracassado que tenta se realizar por meio de sua prole e por casualidade Kieran conheceu muito cedo a fama, não a própria, mas a do irmão, que se tornou uma das estrelas infantis mais brilhantes e problemáticas do século XX. Seu nome era delesA história da saga cinematográfica dos Culkin começa em um minúsculo apartamento em Manhattan, na rua 94 com a Segunda Avenida. “Mal dava para um casal morar”, disse Kieran à Vanity Fair em 2018. “Era simplesmente um corredor, sem portas, exceto a do banheiro, sem trinco. Naquele apartamento meus pais criaram sete filhos [Shane, Dakota, Macaulay, Kieran, Quinn, Christian e Rory]”.“Alguns iam para a escola, outros não”, acrescentou Culkin. “Assistíamos a combates de luta livre na televisão o tempo todo [...] e então Shane, Mac [Macaulay] e eu imitávamos os lutadores.” Os quatro irmãos mais velhos nunca terminaram o ensino médio, apesar dos esforços da mãe, Patricia, em manter algo semelhante a uma vida familiar convencional reunindo todos na hora das refeições, montando a árvore de Natal ou comemorando o Dia de Ação de atitude do pai, Christopher Cornelius Kit Culkin, era muito diferente e acabou determinando a vida dos filhos. Kit nasceu em Nova York e teve uma breve carreira como ator infantil. Dividiu o palco com Laurence Olivier em Beckett e com Richard Burton em Hamlet na década de sessenta. Apesar de que aquilo durou pouco e ele acabou trabalhando como sacristão em uma igreja, nunca rompeu completamente seus laços com o mundo do espetáculo. Kieran recordaria “Alguns amigos dos meus pais tinham um pequeno teatro, o Light Opera, em Manhattan, e cada vez que precisavam de uma criança para alguma de suas peças, meu pai lhes perguntava De que idade e de que gênero?’. Tinham sete para escolher. Éramos como adereços para aquelas obras”, diz Culkin posa com parte do elenco de Sempre amigos’ na estreia, em 1998. Entre as outras estrelas do filme, Sharon Stone de branco, Gillian Anderson e Harry Dean Stanton à direita. WireImageFoi assim que os Culkin entraram em contato com a atuação, sem escolha possível. Kieran nunca estudou interpretação. Não lhe fez falta. A insistência paterna fez com que todos os Culkin acabassem trabalhando mais cedo ou mais tarde na indústria do espetáculo. De fato, no caso de vários dos irmãos, essa carreira começou diretamente contra a vontade deles. Foi o caso de Dakota Culkin, Cody para a família, que morreu em um acidente de trânsito em 2008. Uma morte que mergulhou Kieran em uma profunda tristeza que mais uma vez o afastou de sua profissão durante um tempo. O ator reconheceu que considerou sua irmã uma de suas maiores inspirações para interpretar Roman Roy. “Cody era a pessoa mais engraçada da família, ela tinha um senso de humor sombrio e arrevesado.”Mas o membro da família que trouxe Kit de volta à indústria do espetáculo foi Macaulay. Esqueceram de mim 1990, em que Kieran estreou na tela grande interpretando um dos filhos da família, fez de Macaulay a maior estrela infantil desde Shirley Temple e a primeira criança a ganhar um milhão de dólares por seu papel seguinte, o de Thomas, em 1991, no filme Meu primeiro quarto só para eleLogo a família se mudou para uma bela casa no Upper East Side, onde cada uma das crianças pôde ter seu próprio quarto. Kit, focado na fulgurante carreira de Macaulay, assumiu o controle. Em 1993, a revista Premiere classificou o patriarca dos Culkin como o 48º personagem mais importante de Hollywood, à frente de personalidades como Michael Douglas e Eddie Murphy. Logo ele também se tornou uma das pessoas que despertavam mais receio na indústria cinematográfica. Kit era despótico e implacável com os estúdios, exigindo cada vez mais dinheiro e mais controle criativo sobre os filmes de que o filho uma entrevista ao célebre podcast WTF de Marc Maron, Macaulay contou como o pai tinha sido um tirano com ele e seus irmãos, humilhando e ameaçando os filhos continuamente e provocando, em última instância, que o menino abandonasse a interpretação e se emancipasse dos pais em 1995, quando sua carreira estava apenas começando. Kieran reconheceu que o pai nunca se comportou tão mal com ele quanto com o irmão, “mas meu pai não era uma boa pessoa e certamente não foi um bom pai”. A lembrança que guarda de Kit é de uma presença constante e desagradável em casa, que às vezes desaparecia durante várias semanas e ninguém sentia falta. Para sorte dele, segundo diz “Desapareceu da minha vida quando eu tinha 15 anos”.Macaulay Culkin e Kieran Culkin na estreia do musical Summer of 42′ em Los York Daily News Archive NY Daily News via Getty ImagesEles só se cruzaram novamente uma vez, em 2014, quando Kit assistiu a uma peça de teatro interpretada por Kieran na Broadway e se encontram no camarim. O patriarca dos Culkin estava em um estado físico lamentável depois de ter sofrido um derrame cerebral, algo que não comoveu o ator. “Dane-se ele, não me importo”, comentou sobre o encontro ao The Hollywood à ascensão do irmão ao estrelato e à deriva autoritária do pai quando tinha apenas oito anos influenciou sua visão da fama, que a partir de então ficou associada em sua mente a algo profundamente desagradável. “Não gosto”, explicou à Vanity Fair. “Acho que as pessoas inteligentes e com a cabeça no lugar que experimentam a fama direta ou indiretamente não a querem. Entre minha felicidade pessoal e o sucesso, escolho a primeira, sem dúvida. Se isso me faz sentir mal, qual é o sentido?”.Kieran se lembra de inúmeros acontecimentos desagradáveis relacionados à fama do irmão no início dos anos noventa, como a ocasião em que, enquanto caminhavam pela rua, uma mulher arrancou o boné que Macaulay usava para não chamar atenção. Olhou para ele e começou a gritar “Sim, é ele!”, e depois disse ao menino “Você não é tão fofo”.Lenta aprendizagemA fama de Macaulay e seu abandono posterior ofuscaram os constantes avanços da carreira de ator de Kieran. Uma trajetória que também teve longas interrupções voluntárias que às vezes duravam anos. Em 1991 foi escolhido para interpretar o filho de Steve Martin e Diane Keaton em O pai da noiva. Também estrelou o lacrimogêneo Sempre amigos, já em 1998, ao lado de Sharon Stone. Pelos dois filmes foi indicado ao prêmio Melhores Jovens Artistas, concedido pela mesma organização que entrega o Globo de Snook e Kieran Culkin em uma cena da segunda temporada de Succession’.Em 1999 apareceu em Regras da vida, indicada a vários Oscars naquele ano, mas o papel que fez seu nome começar a aparecer na imprensa e entre os diretores de casting foi a comédia negra A estranha família de Igby 2002. Kieran, então com 19 anos, considera que esse filme —em que trabalhou com Susan Sarandon, Jeff Goldblum e Bill Pullman— inaugurou sua carreira de ator adulto e permitiu que se libertasse, quase definitivamente, do estigma de ser irmão de Macaulay, foi indicado ao Globo de Ouro e recebeu um Critics Choice Award pelo papel. No entanto, embora estivesse cada vez mais convencido de que queria se dedicar à carreira de ator, sua aversão à fama permanecia intacta. “Posso ser ator e não ser famoso?”, perguntou na época à sua agente Emily Gerson desse filme, vieram muitas ofertas. O sucesso deveria tê-lo levado a interpretar papéis mais ambiciosos e conseguir mais indicações, mas Kieran “não estava preparado”, confessou. “Não teria sido capaz de lidar com o sucesso nem com a atenção que teria sido gerada se tivesse continuado minha carreira, então literalmente desisti dela”. Ocasionalmente Kieran saía de seu exílio como ator para interpretar algum papel secundário em filmes como Scott Pilgrim contra o mundo, o clássico cult de 2010, ou peças de teatro como This is our youth, uma história sobre a juventude e os privilégios escrita por Kenneth Lonergan e ambientada na Nova York de três anos depois da estreia de Succession e com a terceira temporada em andamento há algumas semanas, a fama volta a bater às portas de Kieran Culkin. Ela conseguirá agarrá-lo desta vez? “Meus agentes me enviaram quatro roteiros, mas estou tendo dificuldade em lê-los”, contou. “Estou me mudando e estou prestes a ter meu segundo filho. Além disso, estou cuidando do primeiro, então acho que vou tirar uma pequena licença-paternidade”. No momento tudo parece indicar que Culkin continuará empenhado, pelo menos durante um tempo, em encontrar uma brecha no mundo do cinema para conseguir ser ator sem ser celebridade. Ele sabe muito bem o que pode acontecer com alguém que não aqui para receber a newsletter diária do EL PAÍS Brasil reportagens, análises, entrevistas exclusivas e as principais informações do dia no seu e-mail, de segunda a sexta. Inscreva-se também para receber nossa newsletter semanal aos sábados, com os destaques da cobertura na semana. Biografi KH. M. Arwani Amin © Selain dikenal dengan sebutan Kota Kretek, Kudus juga dikenal sebagai Kota Religius atau lebih medasar lagi dikenal dengan sebutan Kota Santri. Pasalnya, banyak di antara santri yang menuntut ilmu di kota yang kharismatik yang menjadi panutan masyarakat sekitar Kudus. Di antara sekian banyak ulama di kota Kudus banyak ulama di kota Kudus yang menjadi tauladan bagi masyarakat adalah beliau al-Maghfurlah KH. M. Arwani Amin. Sekitar lebih 100 meter di sebelah selatan Masjid Menara Kudus, tepatnya di Desa Madureksan, Kerjasan, dulu tersebutlah pasangan keluarga shaleh yang sangat mencintai al-Qur’an. Pasangan keluarga ini adalah KH. Amin Sa’id dan Hj. Wanifah. KH. Amin Sa’id ini sangat dikenal di Kudus kulon terutama di kalangan santri, karena beliau memiliki sebuah toko kitab yang cukup dikenal, yaitu toko kitab al-Amin. Dari hasil berdagang inilah, kehidupan keluarga mereka tercukupi. Yang menarik adalah, meski keduanya H. Amin Sa’id dan istrinya tidak hafal al-Qur’an, namun mereka sangat gemar membaca al-Qur’an. Kegemarannya membaca al-Qur’an ini, hingga dalam seminggu mereka bisa khatam satu kali. Hal yang sangat jarang dilakukan oleh orang kebanyakan, bahkan oleh orang yang hafal al-Qur’an sekalipun. Kelahiran KH. M. Arwani Amin Said KH. M. Arawani Amin Said dilahirkan pada hari Selasa Kliwon pukul siang tangga l5 Rajab 1323 H bertepatan dengan 5 September 1905 M di kampung Kerjasan Kota Kudus Jawa Tengah. Ayah beliau bernama H. Amin Said dan ibunya bernama Sebenarnya nama asli beliau adalah Arwan, akan tetapi setelah beliau menunaikan ibadah haji yang pertama namanya diganti menjadi Arwani. Dan hingga wafat beliau dikenal memiliki nama lengkap sebagai KH. M. Arawani Amin Said dan panggilan akrabnya adalah Mbah Arwani Kudus. Arwan adalah anak kedua dari 12 bersaudara. Kakaknya yang pertama seorang perempuan bernama Muzainah. Sementara adik-adiknya secara berurutan adalah Farkhan, Sholikhah, H. Abdul Muqsith, Khafidz, Ahmad Da’in, Ahmad Malikh, I’anah, Ni’mah, Muflikhak dan Ulya. Dari kedua belas ini, ada tiga yang paling menonjol, yaitu Arwan, Farkhan dan Ahmad Da’in, ketiga-tiganya hafal al-Qur’an. Dari sekian saudara KH. M. Arwani Amin, yang dikenal sama-sama menekuni al-Qur’an adalah Farkhan dan Ahmad Da’in. Ahmad Da’in, adiknya Mbah Arwani ini bahkan terkenal jenius, karena beliau sudah hafal al-Qur’an terlebih dahulu daripada Mbah Arwan yakni pada umur 9 tahun. Ia bahkan hafal Hadits Bukhori Muslim dan menguasai Bahasa Arab dan Inggris. Kecerdasan dan kejeniusan Da’in inilah yang menggugah Mbah Arwani dan adiknya Farkhan, terpacu lebih tekun belajar. Arwan kecil hidup di lingkungan yang sangat taat beragama religius. Kakek dari ayahnya adalah salah satu ulama besar di Kudus, yaitu KH. Imam Haramain. Sementara garis nasabnya dari ibu, sampai pada pahlawan nasional yang juga ulama besar Pangeran Dipenegoro yang bernama kecil Raden Mas Ontowiryo. Kehidupan Keluarga KH. M. Arwani Amin Ayahanda Mbah Arwani yaitu H. Amin Said adalah seorang kiyai yang cukup disegani dan dihormati oleh masyarakat disekitar beliau tinggal. Meskipun ayah dan bunda beliau tidak hafal al-Qur’an, namun tempat tinggal beliau dikenal sebagai rumah al-Qur’an, karena setiap pekan mereka selalu mengkhatamkan al-Qur’an. Istri beliau bernama Ibu Nyai Hj. Naqiyul Khud. Beliau menikah pada tahun 1935 M dimana pada saat itu status beliau adalah seorang santri dari pondok pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta. Ibu Naqi adalah putri dari H. Abdul Hamid, seorang pedagang kitab. Tokonya sekarang masih ada,bahkan semakin berkembang. Beliau memiliki empat orang anak yaitu Ummi dan Zukhali Uliya meninggal saat masih bayi serta KH. M. A. Ulin Nuha Arwani dan KH. M. A. Ulil Albab Arwani. Masa Menuntut Ilmu KH. M. Arwani Amin Said KH. M. Arwani Amin dan adik-adiknya sejak kecil hanya mengenyam pendidikan di madrasah dan pondok pesantren. Arwani kecil memulai pendidikannya di Madrasah Mu’awanatul Muslimin, Kenepan, sebelah utara Menara Kudus. Beliau masuk di madrasah ini sewaktu berumur 7 tahun. Madrasah ini merupakan madrasah tertua yang ada di Kudus yang didirikan oleh Syarikat Islam SI pada tahun 1912. Salah satu pimpinan madrasah ini di awal-awal didirikannya adalah KH. Abdullah Sajad. Setelah sudah semakin beranjak dewasa, akhirnya memutuskan untuk meneruskan ilmu agama Islam ke berbagai pesantren di tanah Jawa, seperti Solo, Jombang, Jogjakarta dan sebagainya. Dari perjalanannya berkelana dari satu pesantren ke pesantren itu, talah mempertemukannya dengan banyak kiai yang akhirnya menjadi gurunya masyayikh. Adapun sebagian guru yang mendidik KH. M. Arwani Amin diantaranya adalah KH. Abdullah Sajad Kudus, KH. Imam Haramain Kudus, KH. Ridhwan Asnawi Kudus, KH. Hasyim Asy’ari Jombang, KH. Muhammad Manshur Solo, KH. M. Munawir Yogyakarta dan lain-lain. 5. Kepribadian KH. M. Arwani Amin Said Selama berkelana mencari ilmu baik di Kudus maupun di berbagai pondok pesantren yang disinggahinya, KH. M. Arwani Amin dikenal sebagai pribadi yang santun dan cerdas karena kecerdasannya dan sopan santunnya yang halus itulah, maka banyak kiainya yang terpikat. Karena itulah pada saat mondok KH. M. Arwani Amin sering dimintai oleh kiainya membantu mengajar santri-santri lain. Lalu memunculkan rasa sayang di hati para kiainya. Beliau hidup di lingkungan masyarakat santri yang sangat ketat dalam menghayati dan mengamalkan agama. Oleh karena itu wajar saja jika beliau tumbuh menjadi seorang yang memiliki perangai halus, sangat berbakti kepada kedua orang tua, mempunyai solidaritas yang tinggi, rasa setia kawan dan suka mengalah tapi tegas dalam memegang prinsip. Beliau dikaruniai kecerdasan dan minat yang kuat dalam menuntut ilmu. Pada masa remajanya dihabiskan untuk menuntut ilmu mengembara dari pesantren ke pesantren. Tidak kurang dari 39 tahun hidup beliau dihabiskan untuk menuntut ilmu dari kota ke kota yang dimulai dari kotanya sendiri yaitu Kudus. Kemudian dilanjutkan ke Pesantren Jamsaren Solo, Pesantren Tebu Ireng Jombang, Pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta dan diakhiri di Pesantren Popongan Solo. Sekitar tahun 1935, KH. Arwani Amin pun melaksanakan pernikahan dengan salah satu seorang putri Kudus, yang kebetulan cucu dari guru atau kiainya sendiri yaitu KH. Abdullah Sajad. Perempuan sholehah yang disunting oleh beliu adalah ibu Naqiyul Khud. Dari pernikahannya dengan ibu Naqiyul Khud ini, KH. M. Arwani Amin diberi dua putrid dan dua putra. Putri pertama dan kedua beliau adalah Ummi dan Zukhali Ulya, namun kedua putri beliau ini menginggal dunia sewaktu masih bayi. Yang tinggal sampai kini adalah kedua putra beliau yang kelak meneruskan perjuangan KH. M. Arwani Amin dalam mengelola pondok pesantren yang didirikannya. Kedua putra beliau adalah KH. Ulin Nuha Gus Ulin dan KH. Ulil Albab Arwani Gus Bab. Kelak, dalam menahkodai pesantren itu, mereka dibantu oleh KH. Muhammad Manshur. Salah satu khadam KH. M. Arwani Amin yang kemudian dijadikan sebagai anak angkatnya. 6. Perjuangan KH. M. Arwani Amin Said Beliau mengajarkan al-Qur’an pertama kali sekitar tahun 1942 di Masjid Kenepan Kudus yaitu setamat beliau nyantri dari pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta. Pada periode ini santri-santri beliau kebanyakan berasal dari luar kota Kudus. Seiring berjalannya waktu sedikit demi sedikit santri beliau semakin bertambah banyak dan bukan hanya dari Kudus dan sekitarnya, tapi ada yang berasal dari luar propinsi bahkan dari luar pulau Jawa. Kemudian beliau membangun sebuah pondok pesantren yang diberi nama Yanbu’ul Qur’an yang berarti Sumber al-Quran. Pondok pesantren ini didirikan pada tahun 1393 H/1979 M. KH. M. Arwani Amin meninggalkan sebuah kitab yang diberi nama Faidh al-Barakat fi as-Sabi’a Qira’at. Semasa hidupnya beliau juga mengajarkan Thariqat Naqsabandiyah Kholidiah yang pusat kegiatannya bertempat di mesjid Kwanaran. Beliau memilih tempat ini karena suasana di sekeliling cukup sepi dan sejuk. Disamping itu tempatnya dekat perumahan dan sungai Gelis yang airnya jernih untuk membantu penyediaan air untuk para peserta kholwat. KH. M. Arwani amin juga pernah menjadi pimpinan Jam’iyah Ahli ath-Thariqat al-Mu’tabarah yang didirikan oleh para kyai pada tanggal 10 Oktobrr 1957 M. Dan dalam Mu’tamar NU 1979 di Semarang nama tersebut diubah menjadi Jam’iyyah Ahl ath-Thariqat al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah JATMAN. 7. Kelebihan KH. M. Arwani Amin Said KH. M. Arwani Amin dikenal sebagai seorang ulama yang sangat tekun dalam beribadah. Dalam melaksanakan sholat wajib beliau selalu tepat waktu dan senantiasa berjamaah meskipun dalam keadaan sakit. Kebiasaan tersebut sudah beliau jalani sejak berada di pesantren. Sewaktu masih belajar Qiraat Sab’ah pada KH. Munawir di Krapyak yang pelajarannya dimulai pada pukul dinihari sampai menjelang Shubuh beliau sudah siap pada pukul malam. Dan sambil menunggu waktu pelajaran dimulai beliau manfaatkan untuk melaksanakan sholat sunnah dan dzikir. Kebiasaan tersebut tetap berlanjut setelah beliau kembali dan bermukim di Kudus. Biasanya beliau mulai tidur pukul WIB dan bangun pukul WIB. Kemudian dilanjutkan melaksanakan sholat sunnah dan dzikir. Apabila sudah lelah kemudian tidur lagi kira-kira selama satu sampai dua jam kemudian bangun lagi untuk melaksanakan sholat dan dzikir, begitu setiap malamya sehingga bila dikalkulasi beliau hanya tidur dua sampai tiga jam setiap malamnya KH. M. Arwani Amin Said dikenal oleh msyarakat di sekitarnya sebagai seorang ulama yang memiliki kelebihan yang luar biasa. Banyak yang mengatakan bahwa beliau adalah seorang wali,beberapa santrinya mengatakan bahwa Amin memiliki indra keenam dan mengetahui apa yang akan terjadi dan melihat apa yang tidak terlihat. Konon, menurut KH. Sya’roni Ahmadi, kelebihan Mbah Arwani dan saudara-saudaranya adalah berkat orangtuanya yang senang membaca al-Qur’an. Dimana orangtuanya selalu menghatamkan membaca al-Qur’an meski tidak hafal. Selain barokah orantuanya yang cinta kepada al-Qur’an, KH. Arwani Amin sendiri adalah sosok yang sangat haus akan ilmu. Ini dibuktikan dengan perjalanan panjang beliau berkelana ke berbagai daerah untuk mondok, berguru pada ulama-ulama. Selama menjadi santri, Mbah Arwani selalu disenangi para kyai dan teman-temannya karena kecerdasan dan kesopanannya. Bahkan, karena kesopanan dan kecerdasannya itu, KH. Hasyim Asy’ari sempat menawarinya akan dijadikan menantu. Namun, Mbah Arwani memohon izin kepada KH. Hasyim Asy’ari bermusyawarah dengan orang tuanya. Dan dengan sangat menyesal, orang tuanya tidak bisa menerima tawaran KH. Hasyim Asy’ari, karena kakek Mbah Arwani KH. Haramain pernah berpesan agar ayahnya berbesanan dengan orang di sekitar Kudus Mbah Arwani menikah dengan Ibu Nyai Naqiyul Khud pada 1935. Bu Naqi adalah puteri dari H. Abdul Hamid bin KH. Abdullah Sajad, yang sebenarnya masih ada hubungan keluarga dengan Mbah Arwani sendiri. 8. Anak Didik KH. M. Arwani Amin Said Ribuan murid telah lahir dari pondok yang dirintis KH. M. Arwani Amin tersebut. Banyak dari mereka yang menjadi ulama dan tokoh. Sebut saja diantara murid-murid KH. M. Arwani Amin yang menjadi ulama adalah 1 KH. Sya’roni Ahmadi Kudus 2 KH. Hisyam Kudus 3 KH. Abdullah Salam Kajen 4 KH. Muhammad Manshur 5 KH. Muharror Ali Blora 6 KH. Najib Abdul Qodir Jogja 7 KH. Nawawi Bantul 8 KH. Marwan Mranggen 9 KH. A. Hafidz Mojokerto 10 KH. Abdullah Umar Semarang 11 KH. Hasan Mangli Magelang 9. KH. M. Arwani Amin Said Berpulang ke Rahmatullah Dengan keharuman namanya dan berbagai pujian dan sanjungan penuh rasa hormat dan ta’dzim atas kealimannya, beliu wafat pada taggal 25 Rabiul Akhir tahun 1415 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober tahun 1994 M dalam usia 92 tahun dalam hitungan Hijriyah. Beliau dimakamkan di komplek Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus.